Kamis, 29 September 2011

azab dan sengsara



AZAB DAN SENGSARA : KISAH DUKA NESTAPA KEHIDUPAN SEORANG ANAK GADIS

Novel seri sastra nostalgia ini bercerita tentang kisah kehidupan seorang anak gadis dari tanah Sipirok yang sepanjang hidupnya mengalami kesengsaraan. Beragam penderitaan yang dialami oleh sang gadis yang bernama Mariamin ini menjadi kisah dominan yang diceritakan di dalam novel ini. Novel ini memang dipenuhi oleh kisah – kisah dramatis para tokoh di dalamnya. Merari Siregar memberikan judul yang sangat singkat namun sanggup mewakili apa yang ada di dalam novel karyanya. “ Azab dan sengsara” hanyalah kata yang sanggup mewakili apa yang tercantum di dalam novel ini. Gaya penceritaan Merari Siregar menjadi ciri khas. Walaupun jika dibandingkan dengan novel populer sekarang, jalan cerita yang diambil di dalam novel ini sangat berbelit dan terlalu jauh melenceng dari cerita utama yakni tentang kesengsaraan seorang gadis.
Di dalam novel ini ada beberapa tokoh sentral yang menjadi perhatian pembaca. Ada tokoh Sutan Baringin  yang dikenal dengan watak keras dan loba. Sementara istrinya yang bernama Nuria justru berbudi pekerti yang baik lagi sholeh. Mereka berdua adalah sepasang suami istri yang terikat tanpa ada rasa cinta kasih. Sehingga pernikahan yang telah dikaruniai dua orang anak yakni Mariamin dan adiknya berjalan penuh duka.
Berbanding terbalik dengan sejarah keluarga Aminuddin tokoh utama lain di dalam novel ini. orang tua Aminuddin menjalani pernikahan yang didasari rasa cinta dan kasih sayang. Sehingga tidak ada duka atau pun rasa sedih yang menghampiri keluarga Aminuddin.
Kedua keluarga ini adalah keluarga berada dan berdarah bangsawan. Hanya saja suatu kemalangan membuat kedua keluarga yang masih satu saudara atau satu kaum ini menjadi jauh. Kesenjangan sosial akibat keluarga Mariamin yang mengalami kebangkrutan membuat Mariamin dan keluarga jatuh miskin. Di daerah Sipirok walaupun berdarah bangsawan namun tetap saja jika keluarga itu miskin maka perlahan kehormatan itu akan hilang dengan sendirinya.
Merari Siregar mengambil latar cerita dari kehidupan sehari-hari. Kejadian yang sering terjadi tentang masalah-masalah sosial dan ekonomi menjadi faktor dominan yang memberikan kesan kuat pada cerita. Merari mengangkat masalah perceraian antar suami istri yang semakin marak terjadi menjadi bahan pertimbangannya dalam membuat sebuah cerita. Dengan masalah seperti ini membuat pembaca akan memaknainya sebagai sebuah pembelajaran berharga.
Di dalam novel ini banyak hal yang bisa di ambil oleh para pembaca. Seperti masalah keluarga, kemiskinan, masalah sosial masyarakat, agama dan adat istiadat. Secara tidak langsung hampir di beberapa bagian cerita merari mengungkapkan beberapa kekecewaannya terhadap ikatan adat istiadat yang ia rasa tidak lagi relevan dengan kehidupan sekarang. Karena banyak sekali kelemahan-kelemahan yang dimiliki adat yang mesti diperbaiki lagi susunanannya agar tidak merugikan pemakainya. Seperti adat yang mengharuskan seorang laki-laki daam adat bataak untuk menyerahkan beberapa uang atau pun harta benda sebagai syarat untuk meminang mempelai perempuan. Selain itu larangan menikah sesuku atau semarga juga disebutkan di dalam novel ini tidak lagi relevan karena kalau pun orang sesuku itu dikatakan sekaum tetapi tentu pertalian darah tidak lagi sekuat zaman nenek moyang mereka.
Di dalam novel ini kisah cinta antara mariamin dan Aminuddin menjadi kisah yang paling memilukan. Hanya saja dalam menghadirkan kisah itu ke tengah pembaca, Merari menulisnya dengan sederhana dan sebisa mungkin terkesan begitu nyata dan apa adanya.
Sutan Baringin, ayah Mariamin masih satu saudara dengan ibu Aminuddin. Dan dalam adat Batak pernikahan anak keduanya boleh saja bahkan dinilai baik. Namun karena tamak dan loba nya ayah Mariamin berakibat fatal pada akhirnya. Karena sifat buruk Sutan Baringin , keluarga ini jatuh miskin dan tidak lagi menjadi keluarga terpandang di desa Sipirok. Terlebih lagi setelah Sutan Baringin meninggal maka kesengsaraan yang di alami oleh Mariamin beserta ibu dan adiknya semakin bertambah. Hanya Aminuddinlah yang mampu menyenangkan hati Mariamin.
Karena hubungan antara Mariamin dan Aminuddin sangat dekat maka terbitlah rasa cinta kasih diantara keduanya. Namun sayang orang tua Aminuddin tidak setuju untuk menikahkan keduanya karean menurut datu atau dukun setempat,  jika pernikahan keduanya terjadi hanya akan mendatangkan kesengsaraan bagi Aminuddin. Dari segi ini juga tergambar bahwa pikiran orang pada masa itu masih primitif dan percaya kepada takayul. Padahal mereka pada saat itu telah mengenal agama Islam. Namun untuk hal mistik yang mendatangkan dosa masih mereka percayai.
Karena hal inilah yang membuat Aminuddin dan Mariamin tidak bisa bersatu. Ditambah lagi Mariamin hanyalah gadis biasa yang miskin. Status sosial seseroang masih menjadi tolak ukur dalam menjalin sebuah hubungan keluarga.
Menurut saya sebagai seorang pembaca yang awam saya memang agak mengalami kesulitan dalam memahami kata atau pun kalimat yang digunakan di dalam novel ini. Mungkin dikarenakan novel ini adalah novel lama yang belum menggunakan bahasa Indonesia seperti sekarang. Tetapi justru disitulah letak kelebihan novel ini. Walaupun bahasa atau pun kata-kata yang digunakan di dalam novel ini adalah kata-kata yang jarang ditemui atau didengar sehari-hari namun tidak membuat pembaca menjadi jenuh atau pun merasa bosan membacanya. Banyak kosakata lama yang secara tidak langsung justru memberikan perbendaharaan baru untuk pembacanya.
Merari Siregar mengangkat kisah kehidupan seorang gadis yang terjadi pada zamannya. Namun hal seperti yang diceritakan pada novel ini pasti sudah sering atau banyak terjadi sekarang. Hanya saja jika di zaman dahulu sebuah perceraian merupakan aib yang melanggar syarak dan adat sekarang perceraian telah menjadi hal lumrah dan terdengar biasa saja terjadi.
Merari juga menghargai sosok seorang perempuan. Karena dengan novel ini ia menceritakan secara alami apa yang dialami perempuan apa adanya dan bagaimana laki-laki umumnya  sering memperlakukan perempuan dengan prilaku yang tidak pantas.
Selain berfokus pada kisah kehidupan seorang gadis yang sepanjang hidupnya mengalami kesusahan, merari juga menyelipkan beberapa kisah yang sarat akan makna. Seperti kisah seorang wanita pencari kayu yang tidak pernah bersyukur akan hidupnya. Wanita tua itu selalu meminta lebih kepada Tuhan hingga pada akhirnya Tuhan membalasnya dengan azab dan kematian yang tragis.  Selain itu ada juga ksiah seorang miskin yang sepanjang hidupnya ia jalani dengan penuh kegembiraa. Karena rasa ikhlas dalam menjalani kehidupan akan membuat seseroang mampu bersyukur dan menjalani kehidupan apa adanya.
Banyak sekali nilai positif yang dapat kita ambil dari novel ini. Walaupun novel ini hanyalah bacaan yang mungkin sebagaian kalangan menganggapnya sebagai sekedar bacaan bukan  gudang ilmu pengetahuan, namun jika novel ini dijadikan atau dilihat dari sisi berbeda maka kita akan mendapatkan pelajaran moral berharga yang belum tentu kita dapat di tempat lain.
Hal yang dicerminkan di dalam novel ini adalah tentang budi luhur dan keikhlasan dalam menjalani kehidupan. Walau seseroang terlahir dalam keadaan kaya belum tentu ia akan merasa bahagia. Begitu juga sebaliknya. Namun jika kemiskinan dan ketidakbahagiaan sering menghampiri kita bukan berarti kita akan berputus asa. Karena jika kita berputus asa maka kita tidak akan pernah mampu bertahan menghadapi kehidupan yang lebih keras lagi.
Novel ini secara tidak langsung merupakan pesan yang ingin disampaikan Merari Siregar tentang adat dan kebiasaan yang kurang baik dan sempurna ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Novel ini merupakan bentuk pendapat tentang adat istiadat yang dirasa kurang baik dan hanya menyulitkan kaum pemakainya. Padahal seharusnya adat istiadat itu memudahkan kaum bukan menyulitkan.
Novel yang terdiri dari  sembilan bab termasuk penutup ini adalah gudang ilmu, pesan dan moral berharga terandung di dalamnya. Sangat disayangkan jika novel ini hanya menjadi bacaan bukan sumber pengetahuan seperti yang telah disebutkan sebelumnya.
Dengan membaca novel ini saya larut dalam pikiran –pikiran saya sendiri. Merari siregar membuat saya hanyut dalam cerita atau kisah Mariamin yang menangung duka amat berat dalam hidupnya. Memang sangat sulit jika dibayangkan apa jadinya jika kejadian semacam benar adanya. Rasa iba atau kasihan takkan cukup untuk mengungkapkan bagaimana kondisi Mariamin. Bagi saya Mariamin hanya potret kehidupan yang terlalu terikat adat istiadat. Tanpa memperdulikan apa akibat yang akan ditanggung nantinya, Mariamin tetap menurut pada ibunya untuk menikah dengan orang lain. Padahal hatinya hanya terpaut dengan Amunddin yang juga telah menikah secara terpaksa dengan perempuan lain yang dirasa kedua orang tua Aminuddin lebih baik daripada Mariamin.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar